Abu Bakar Ash-Shidiq Nama lengkapnya adalah 'Abd Allah ibn 'Utsman bin Amir
bi Amru bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib
bin Fihr al-Quraishi at-Tamimi'. Bertemu nasabnya dengan nabi SAW pada kakeknya
Murrah bin Ka'ab bin Lu'ai. Dan ibu dari abu Bakar adalah Ummu al-Khair salma
binti Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim yang berarti ayah dan ibunya
sama-sama dari kabilah bani Taim.
Abu Bakar adalah ayah dari Aisyah, istri Nabi
Muhammad. Nama yang sebenarnya adalah Abdul Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'),
yang kemudian diubah oleh Muhammad menjadi Abdullah (artinya 'hamba Allah'). Muhammad memberinya
gelar Ash-Shiddiq (artinya 'yang berkata benar') setelah Abu Bakar membenarkan
peristiwa Isra Miraj yang diceritakan
oleh Muhammad kepada para pengikutnya, sehingga ia lebih dikenal dengan nama
"Abu Bakar ash-Shiddiq".
Era bersama Nabi
Ketika Muhammad menikah dengan Khadijah binti Khuwailid, ia pindah dan
hidup bersama Abu Bakar. Saat itu Muhammad menjadi tetangga Abu Bakar. Sama
seperti rumah Khadijah, rumahnya juga bertingkat dua dan mewah[rujukan?]. Sejak saat itu
mereka berkenalan satu sama lainnya. Mereka berdua berusia sama, pedagang dan
ahli berdagang.
Memeluk Islam
Dalam kitab Hayatussahabah, bab Dakwah Muhammad kepada perorangan,
dituliskan bahwa Abu bakar masuk Islam setelah diajak oleh Nabi[1]
Abubakar kemudian [dakwah|mendakwahkan] ajaran Islam kepada Utsman
bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair
bin Awwam, Saad bin Abi Waqas dan
beberapa tokoh penting dalam Islam lainnya.
Istrinya Qutaylah binti Abdul Uzza tidak menerima Islam sebagai agama
sehingga Abu Bakar menceraikannya. Istrinya yang lain, Um Ruman, menjadi
Muslimah. Juga semua anaknya kecuali 'Abd Rahman bin Abu Bakar, sehingga ia dan
'Abd Rahman berpisah.
Penyiksaan oleh Quraisy
Sebagaimana yang juga dialami oleh para pemeluk Islam pada masa awal. Ia
juga mengalami penyiksaan yang dilakukan oleh penduduk Mekkah yang mayoritas
masih memeluk agama nenek moyang mereka. Namun, penyiksaan terparah dialami
oleh mereka yang berasal dari golongan budak. Sementara para pemeluk non budak
biasanya masih dilindungi oleh para keluarga dan sahabat mereka, para budak
disiksa sekehendak tuannya. Hal ini mendorong Abu Bakar membebaskan para budak
tersebut dengan membelinya dari tuannya kemudian memberinya kemerdekaan.
Ketika peristiwa Hijrah,
saat Nabi Muhammad SAW pindah ke Madinah (622 M), Abu Bakar adalah satu-satunya orang yang
menemaninya. Abu Bakar juga terikat dengan Nabi Muhammad secara kekeluargaan.
Anak perempuannya, Aisyah
menikah dengan Nabi Muhammad beberapa saat setelah Hijrah.
Menjadi Khalifah
Selama masa sakit Rasulullah SAW saat menjelang ajalnya, dikatakan bahwa Abu
Bakar ditunjuk untuk menjadi imam salat menggantikannya,
banyak yang menganggap ini sebagai indikasi bahwa Abu Bakar akan menggantikan
posisinya. Segera setelah kematiannya, dilakukan musyawarah di kalangan para
pemuka kaum Anshar dan Muhajirin di Madinah, yang akhirnya menghasilkan
penunjukan Abu Bakar sebagai pemimpin baru umat Islam atau khalifah Islam
pada tahun ((632)) M.
Apa yang terjadi saat musyawarah tersebut menjadi sumber perdebatan.
Penunjukan Abu Bakar sebagai khalifah adalah subyek yang sangat kontroversial
dan menjadi sumber perpecahan pertama dalam Islam, dimana umat Islam terpecah
menjadi kaum Sunni
dan Syi'ah.
Di satu sisi kaum Syi'ah percaya bahwa seharusnya Ali bin Abi Thalib (menantu nabi Muhammad) yang
menjadi pemimpin dan dipercayai ini adalah keputusan Rasulullah SAW sendiri
sementara kaum sunni berpendapat bahwa Rasulullah SAW menolak untuk menunjuk
penggantinya. Kaum sunni berargumen bahwa Muhammad mengedepankan musyawarah
untuk penunjukan pemimpin.sementara muslim syi'ah berpendapat bahwa nabi dalam
hal-hal terkecil seperti sebelum dan sesudah makan, minum, tidur, dll, tidak
pernah meninggal umatnya tanpa hidayah dan bimbingan apalagi masalah
kepemimpinan umat terahir. Banyak hadits yang menjadi rujukan dari kaum Sunni maupun Syi'ah
tentang siapa khalifah sepeninggal Rasulullah saw, serta jumlah pemimpin islam
yang dua belas. Terlepas dari kontroversi dan kebenaran pendapat masing-masing
kaum tersebut, Ali sendiri secara formal menyatakan kesetiaannya (berbai'at)
kepada Abu Bakar dan dua khalifah setelahnya (Umar bin Khattab dan Usman bin
Affan). Kaum sunni menggambarkan pernyataan ini sebagai pernyataan yang antusias
dan Ali menjadi pendukung setia Abu Bakar dan Umar. Sementara kaum syi'ah
menggambarkan bahwa Ali melakukan baiat tersebut secara pro forma,
mengingat ia berbaiat setelah sepeninggal Fatimah istrinya yang berbulan bulan
lamanya dan setelah itu ia menunjukkan protes dengan menutup diri dari
kehidupan publik.
Perang Ridda
Segera setelah suksesi Abu Bakar, beberapa masalah yang mengancam persatuan
dan stabilitas komunitas dan negara Islam saat itu muncul. Beberapa suku Arab
yang berasal dari Hijaz
dan Nejed membangkang kepada khalifah
baru dan sistem yang ada. Beberapa di antaranya menolak membayar zakat walaupun tidak menolak
agama Islam secara utuh. Beberapa yang lain kembali memeluk agama dan tradisi
lamanya yakni penyembahan berhala. Suku-suku tersebut mengklaim bahwa hanya
memiliki komitmen dengan Nabi Muhammad SAW dan dengan kematiannya komitmennya
tidak berlaku lagi. Berdasarkan hal ini Abu Bakar menyatakan perang terhadap
mereka yang dikenal dengan nama perang Ridda. Dalam perang Ridda peperangan
terbesar adalah memerangi "Ibnu Habib al-Hanafi" yang lebih dikenal
dengan nama Musailamah Al-Kazab
(Musailamah si pembohong), yang mengklaim dirinya sebagai nabi baru
menggantikan Nabi Muhammad SAW. Musailamah kemudian dikalahkan pada pertempuran
Akraba oleh Khalid bin Walid.
Ekspedisi ke utara
Setelah menstabilkan keadaan internal dan secara penuh menguasai Arab, Abu
Bakar memerintahkan para jenderal Islam melawan kekaisaran Bizantium dan
Kekaisaran Sassanid. Khalid bin Walid menaklukkan Irak dengan mudah
sementara ekspedisi ke Suriah juga meraih sukses.
Al-Qur'an
Abu Bakar juga berperan dalam pelestarian teks-teks tertulis Al Qur'an.
Dikatakan bahwa setelah kemenangan yang sangat sulit saat melawan Musailamah
dalam perang Ridda, banyak penghafal Al Qur'an yang ikut tewas dalam
pertempuran. Umar lantas meminta Abu Bakar untuk mengumpulkan koleksi dari Al
Qur'an. oleh sebuah tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit, mulailah
dikumpulkan lembaran-lembaran Al-quran dari para penghafal Al-Quran dan
tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis seperti tulang, kulit dan lain
sebagainya,setelah lengkap penulisan ini maka kemudian disimpan oleh Abu Bakar.
setelah Abu Bakar meninggal maka disimpan oleh Umar bin Khaththab dan kemudian
disimpan oleh Hafsah, anak dari Umar dan juga istri dari Nabi Muhammad SAW.
Kemudian pada masa pemerintahan Usman
bin Affan koleksi ini menjadi dasar penulisan teks al Qur'an yang dikenal
saat ini.
Kematian
Abu Bakar meninggal pada tanggal 23 Agustus 634 di Madinah karena
sakit yang dideritanya pada usia 61 tahun. Abu Bakar dimakamkan di rumah
putrinya Aisyah di dekat masjid Nabawi, di samping makam Nabi Muhammad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar