Istri Nabi Muhammad Saw
Ummu al-Mu'minin (Arab: أمهات المؤمنين, Ibu orang-orang Beriman) adalah
istilah dalam bahasa Arab yang digunakan dalam syariat
Islam, merupakan penyebutan kehormatan bagi istri-istri dari Muhammad.
Muslim menggunakan istilah tersebut sebelum atau sesudah nama istrinya. Istilah
ini diambil dari ayat Quran, yang berbunyi:
Khadijah binti Khuwailid
Ia merupakan isteri Nabi Muhammad yang pertama. Sebelum menikah dengan
Nabi, ia pernah menjadi isteri dari Atiq bin Abid dan Abu Halah bin Malik
dan telah melahirkan empat orang anak, dua dengan suaminya yang bernama Atiq,
yaitu Abdullah dan Jariyah, dan dua dengan suaminya Abu Halah yaitu Hindun dan
Zainab.
Berbagai riwayat memaparkan bahwa saat Muhammad s.a.w.
menikah dengan Khadijah, umur Khadijah berusia 40 tahun sedangkan Nabi hanya
berumur 25 tahun. Tetapi menurut Ibnu Katsir,
seorang tokoh dalam bidang tafsir, hadis dan sejarah, mereka menikah dalam usia
yang sebaya. Nabi Muhammad s.a.w. bersama dengannya sebagai suami isteri selama
25 tahun yaitu 15 tahun sebelum menerima wahyu pertama dan 10 tahun setelahnya
hingga wafatnya Khadijah, kira-kira 3 tahun sebelum hijrah ke Madinah.
Khadijah wafat saat ia berusia 50 tahun.
Ia merupakan isteri nabi Muhammad s.a.w. yang tidak pernah dimadu,
karena semua isterinya yang dimadu dinikahi setelah wafatnya Khadijah. Di
samping itu, semua anak Nabi kecuali Ibrahim adalah anak kandung Khadijah.
Maskawin
dari nabi Muhammad s.a.w. sebanyak 20 bakrah dan upacara perkawinan
diadakan oleh ayahnya Khuwailid. Riwayat lain menyatakan, upacara itu dilakukan
oleh saudaranya Amr bin Khuwailid.
Pernikahannya dengan Khadijah menghasilkan keturunan hanya enam orang,
yaitu: Al Qasim, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, Fatimah,
dan Abdullah.
Al Qosim mendapat julukan Abul Qosim, sedangkan Abdullah mempunyai julukan
at Thoyib at Thohir yang berarti "Yang Bagus dan Lagi Suci".
Saudah binti Zam'ah
Nabi menikah dengan Sawdah setelah wafatnya Khadijah dalam bulan itu juga.
Sawdah adalah seorang janda tua. Suami pertamanya ialah al-Sakran bin Amr.
Sawdah dan suaminya al-Sakran adalah di antara mereka yang pernah berhijrah ke Habsyah. Saat suaminya meninggal
dunia setelah pulang dari Habsyah, maka Rasulullah
telah mengambilnya menjadi isteri untuk memberi perlindungan kepadanya dan
memberi penghargaan yang tinggi kepada suaminya.
Acara pernikahan dilakukan oleh Salit bin Amr. Riwayat lain menyatakan
upacara dilakukan oleh Abu Hatib bin Amr. Maskawinnya ialah 400 dirham.
Aisyah binti Abu Bakar
Aisyah adalah satu-satunya isteri Muhammad yang masih gadis pada saat
dinikahi. Aisyah dinikahkan pada tahun 620 M. Akad nikah diadakan di Mekkah sebelum
Hijrah, tetapi setelah wafatnya Khadijah dan setelah Muhammad menikah dengan
Saudah. Upacara dilakukan oleh ayahnya Abu Bakar
dengan maskawin 400 dirham.
Hadits mengenai umur Aisyah tatkala dinikahkan adalah problematis. Hisyam
bin ‘Urwah adalah satu-satunya yang mengabarkan tentang umur pernikahan Aisyah,
yang didengarnya dari ayahnya. Bahkan Abu
Hurairah ataupun Malik bin Anas tidak pernah mengabarkannya. Beberapa
riwayat yang termaktub dalam buku-buku hadits berasal hanya dari Hisyam
sendiri, dan hadits ini dianggap dhaif.[rujukan?] Hisyam
mengutarakan hadits tersebut tatkala telah bermukim di Irak, dan ia pindah ke
negeri itu dalam umur 71 tahun.
Hisyam bin ‘Urwah menyatakan bahwa Aisyah dinikahkan ketika berumur 6 tahun.
Muhammad tidak bersama dengannya sebagai suami-isteri melainkan setelah
berhijrah ke Madinah. Ketika itu, Aisyah berumur 9 tahun sementara nabi
Muhammad berumur 53 tahun. Mengenai hal ini Ya’qub bin Syaibah berkata: “Yang
dituturkan oleh Hisyam sangat terpecaya, kecuali yang disebutkannya tatkala ia
sudah pindah ke Irak.” Ibnu Syaibah menambahkan bahwa Malik bin Anas
menolak penuturan Hisyam yang dilaporkan oleh penduduk Irak.[1]
Dalam buku tentang sketsa kehidupan para perawi hadits, tersebut bahwa saat
Hisyam berusia lanjut ingatannya sangat menurun.[2]
Menurut Tabari,
keempat anak Abu Bakar (termasuk Aisyah) dilahirkan oleh isterinya pada zaman Jahiliyah,
artinya sebelum 610 M.[3]
Apabila Aisyah dinikahkan sebelum 620 M, maka ia dinikahkan pada umur di atas
10 tahun dan hidup sebagai suami-isteri dengan Muhammad dalam umur di atas 13
tahun. Menurut Abd alRahman bin Abi Zannad: “Asmah 10 tahun lebih tua dari
Aisyah.”[4]
Menurut Ibnu Hajar al-'Asqalani, Asmah hidup hingga
usia 100 tahun dan meninggal tahun 73 atau 74 Hijriyah.[5]
Apabila Asmah meninggal dalam usia 100 tahun dan meninggal dalam tahun 73 atau
74 Hijriyah, maka Asma berumur 27 atau 28 tahun pada waktu Hijrah, sehingga
Aisyah berumur (27 atau 28) - 10 = 17 atau 18 tahun pada waktu Hijrah. Itu
berarti Aisyah mulai hidup berumah tangga dengan Muhammad pada waktu berumur 19
atau 20 tahun.
Hafshah binti Umar bin al-Khattab
Hafsah seorang janda. Suami pertamanya Khunais bin Hudhafah al-Sahmiy yang
meninggal dunia saat Perang Badar. Ayahnya Umar meminta Abu Bakar menikah
dengan Hafsah, tetapi Abu Bakar tidak menyatakan persetujuan apapun dan Umar
mengadu kepada nabi Muhammad. Kemudian rasulullah mengambil Hafsah sebagai
isteri. Hafsah Binti Umar (wafat 45 H)
Hafshah binti Umar bin Khaththab adalah putri seorang laki-laki yang terbaik
dan mengetahui hak-hak Allah dan kaum muslimin. Umar bin Khaththab adalah
seorang penguasa yang adil dan memiliki hati yang sangat khusyuk. Pernikahan
Rasulullah . dengan Hafshah merupakan bukti cinta kasihnya kepada mukminah yang
telah menjanda setelah ditinggalkan suaminya, Khunais bin Hudzafah as-Sahami,
yang berjihad di jalan Allah, pernah berhijrah ke Habasyah, kemudian ke
Madinah, dan gugur dalam Perang Badar. Setelah suami anaknya meninggal, dengan
perasaan sedih, Urnar menghadap Rasulullah untuk mengabarkan nasib anaknya yang
menjanda. Ketika itu Hafshah berusia delapan belas tahun. Mendengar penuturan
Umar, Rasulullah memberinya kabar gembira dengan mengatakan bahwa ia bersedia
menikahi Hafshah.
Jika kita menyebut nama Hafshah, ingatan kita akan tertuju pada jasa-jasanya
yang besar terhadap kaum muslimin saat itu. Dialah istri Nabi yang pertama kali
menyimpan Al-Qur’an dalam bentuk tulisan pada kulit, tulang, dan pelepah kurma,
hingga kemudian menjadi sebuah kitab yang sangat agung.
Hindun binti Abi Umayyah (Ummu Salamah)
Salamah seorang janda tua mempunyai 4 anak dengan suami pertama yang bernama
Abdullah bin Abd al-Asad. Suaminya syahid dalam Perang Uhud
dan saudara sepupunya turut syahid pula dalam perang itu lalu nabi Muhammad
melamarnya. Mulanya lamaran ditolak karena menyadari usia tuanya. Alasan umur
turut digunakannya ketika menolak lamaran Abu Bakar dan Umar al Khattab.
Lamaran kali kedua nabi Muhammad diterimanya dengan maskawin sebuah tilam,
mangkuk dari sebuah pengisar tepung.
Ramlah binti Abu Sufyan (Ummu Habibah)
Ummu Habibah seorang janda. Suami pertamanya Ubaidillah bin Jahsyin
al-Asadiy. Ummu Habibah dan suaminya Ubaidullah pernah berhijrah ke Habsyah.
Ubaidullah meninggal dunia ketika di rantau dan Ummu Habibah yang berada di
Habsyah kehilangan tempat bergantung.
Melalui al Najashi, nabi Muhammad melamar Ummu Habibah dan upacara
pernikahan dilakukan oleh Khalid bin Said al-As dengan maskawin 400 dirham,
dibayar oleh al Najashi bagi pihak nabi.
Juwayriyah (Barrah) binti Harits
Ayah Juwairiyah ialah ketua kelompok Bani Mustaliq yang telah
mengumpulkan bala tentaranya untuk memerangi nabi Muhammad dalam Perang al-Muraisi'.
Setelah Bani al-Mustaliq tewas dan Barrah ditawan oleh Tsabit bin Qais bin
al-Syammas al-Ansariy. Tsabit hendak dimukatabah dengan 9 tahil emas,
dan Barrah pun mengadu kepada nabi.
Rasulullah bersedia membayar mukatabah tersebut, kemudian menikahinya.
Shafiyah binti Huyay
Shafiyah anak dari Huyay, ketua suku Bani Nadhir, yaitu salah satu Bani Israel
yang berdiam di sekitar Madinah. Dalam Perang
Khaibar, Shafiyah dan suaminya Kinanah bin al-Rabi telah tertawan. Dalam
satu perundingan setelah dibebaskan, Safiyah memilih untuk menjadi isteri nabi
Muhamad. Sofiah binti Huyai bin Akhtab (wafat 50 H).
Shafiyah memiliki kulit
yang sangat putih dan memiliki paras cantik, menurut Ummu Sinan
Al-Aslamiyah, sehingga membuat cemburu istri-istri Muhammad yang lain.
Bahkan ada istri Muhammad dengan nada mengejek, mereka mengatakan bahwa mereka
adalah wanita-wanita Quraisy, wanita-wanita Arab sedangkan dirinya adalah wanita
asing (Yahudi). Bahkan suatu ketika Hafshah sampai mengeluarkan lisan
kata-kata, ”Anak seorang Yahudi” hingga menyebabkan Shafiyah menangis. Muhammad
kemudian bersabda, “Sesungguhnya engkau adalah seorang putri seorang nabi dan pamanmu adalah
seorang nabi, suamimu pun juga seorang nabi lantas dengan alasan apa dia
mengejekmu?” Kemudian Muhammad bersabda kepada Hafshah, “Bertakwalah kepada
Allah wahai Hafshah!” Selanjutnya manakala dia mendengar ejekan dari
istri-istri nabi yang lain maka diapun berkata, “Bagaimana bisa kalian lebih
baik dariku, padahal suamiku adalah Muhammad, ayahku (leluhur) adalah Harun dan pamanku adalah Musa?”[6]
Shafiyah wafat tatkala berumur sekitar 50 tahun, ketika masa pemerintahan Mu'awiyah.
Zainab binti Jahsy
Zaynab merupakan isteri Zaid
bin Haritsah, yang pernah menjadi budak dan kemudian
menjadi anak
angkat nabi Muhammad s.a.w. setelah dia dimerdekakan.
Hubungan suami isteri antara Zainab dan Zaid tidak bahagia karena Zainab
dari keturunan mulia, tidak mudah patuh dan tidak setaraf dengan Zaid. Zaid
telah menceraikannya walaupun telah dinasihati oleh nabi Muhammad s.a.w..
Upacara pernikahan dilakukan oleh Abbas bin Abdul-Muththalib dengan
maskawin 400 dirham, dibayar bagi pihak nabi Muhammad s.a.w.
Zaynab binti Khuzaymah[7]
Zaynab putri Khuzaymah bin al-Harits bin Abdullah bin Amr bin Abdu Manaf bin
Hilal bin Amir bin Sha’sha’a bin Muawiyah. Dijuluki “Ibu orang-orang miskin”
karena kedermawanannya terhadap orang-orang miskin. Sebelumnya menikah dengan
Muhammad, ia adalah istri dari Abdullah bin Jahsy. Ada riwayat yang mengatakan ia istri Abdu Thufail bin
al-Harits, tetapi pendapat pertama adalah yang sahih. Ia dinikahi oleh
Muhammad pada tahun ke 3 H dan hidup bersamanya selama hanya dua atau tiga
bulan., karena Zainab binti Khuzaimah meninggal dunia sewaktu Muhammad masih
hidup.
Maimunah binti al-Harits[8]
Maymunah binti al-Harits bin Hazn bin Bujair bin al-Harm bin Ruwaibah bin
Abdullah bin Hilal bin Amir bin Sha’sha’a bin Muawiyah bibi dari Khalid bin
Walid dab Abdullah bin Abbas. Rasulullah saw menikahinya di tempat yang bernama
Sarif suatu tempat mata air yang berada sembilan mil dari kota Mekah. Ia adalah
wanita terakhir yang dinikahi oleh Muhammad. Wafat di Sarif pada tahun 63 H.
Mariah al-Qabtiyya[9]
Mariah al-Qibthiyah ialah satu-satunya istri Nabi yang berasal dari Mesir. Ia seorang
mantan budak Nabi
yang telah dinikahi dan satu-satunya pula yang dengannya Nabi memperoleh anak
selain Khadijah yakni Ibrahim namun meninggal dalam usia 4 tahun. Mariyah
al-Qibtiyah wafat pada 16H/637 M.
Seorang wanita asal Mesir yang dihadiahkan oleh Muqauqis, penguasa Mesir kepada
Rasulullah tahun 7 H. Setelah dimerdekakan lalu dinikahi oleh Rasulullah dan
mendapat seorang putra bernama Ibrahim. Sepeninggal Rasulullah dia dibiayai oleh
Abu Bakar kemudian Umar dan meninggal pada masa kekhalifahan Umar.
Seperti halnya Sayyidah Raihanah binti Zaid, Mariyah al-Qibtiyah adalah
teman (stlh dibebaskan Rasulullah) yang kemudian ia nikahi. Rasulullah
memperlakukan Mariyah sebagaimana ia memperlakukan istri-istrinya yang lainnya.
Abu Bakar dan Umar pun memperlakukan Mariyah layaknya seorang Ummul-Mukminin.
Dia adalah istri Rasulullah satu-satunya yang melahirkan seorang putra,
Ibrahim, setelah Khadijah.
Allah menghendaki Mariyah al-Qibtiyah melahirkan seorang putra Rasulullah
setelah Khadijah. Betapa gembiranya Rasulullah mendengar berita kehamilan
Mariyah, terlebih setelah putra-putrinya, yaitu Abdullah, Qasim, dan Ruqayah
meninggal dunia.
Mariyah mengandung setelah setahun tiba di Madinah. Kehamilannya membuat
istri-istri Rasul cemburu karena telah beberapa tahun mereka menikah, namun
tidak kunjung dikaruniai seorang anak pun. Rasulullah menjaga kandungan
istrinya dengan sangat hati-hati. Pada bulan Dzulhijjah tahun kedelapan hijrah,
Mariyah melahirkan bayinya yang kemudian Rasulullah memberinya nama Ibrahim
demi mengharap berkah dari nama bapak para nabi, Ibrahim. Lalu ia memerdekakan
Mariyah sepenuhnya.
Catatan kaki
1.
^
Ibn Hajar alAsqalani, Tahzib alTahzib, Dar Ihya alTurath alIslami, jilid
II, hal.50.
2.
^ AlMaktabah
alAthriyyah, jilid 4, hal.301.
3.
^
alTabari, Tarikh alMamluk, jilid 4, hal.50.
4.
^
alZahabi, Muassasah alRisalah, jilid 2, hal.289.
5.
^
Al-Asqalani, Taqrib al Tahzib, hal.654.
6.
^
Al-Shati', 1971, 178-181
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar